PENGENALAN SERANGGA ORDO LEPIDOPTERA, COLEOPTERA, DAN NEUROPTERA
PENGENALAN SERANGGA ORDO LEPIDOPTERA, COLEOPTERA, DAN NEUROPTERA
(Laporan Praktikum Bioekologi Hama Tanaman)
(Laporan Praktikum Bioekologi Hama Tanaman)
Oleh
Karina Zulkarnain
1314121095
Karina Zulkarnain
1314121095
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kata lepidoptera berasal dari bahasa yunani yaitu lepidos (sisik) dan ptera (sayap).
Jadi, serangga yang mempunyai sayap yg bersisik. Ukuran serangga ini ada yang
kecil dan ada yang besar. Jumlah sayapnya empat buah dan tertutup sisik. Badan
dan kakinya juga tertutup sisik. Antenanya ada yang seperti sikat dan ada yang
seperti benang. Bagian mulutnya dilengkapi dengan alat menggigit dan pengisap
seperti belalai yang disebut proboscis..serangga dewasanya mempunyai sayap yang
menutupi tubunya jika istirahat (Heterocera), ada juga yang sayapnya tegak
lurus diatas badannya (Rhopalocera). Dari ordo ini, hanya stadium larva (ulat)
saja yang berpotensi sebagai hama, namun beberapa diantaranya ada yang
predator. Serangga dewasa umumnya sebagai pemakan atau pengisap madu atau
nektar. Sayapnya terdiri dari dua pasang, membranus dan tertutup oleh
sisik-sisik yang berwarna-warni. Pada kepala dijumpai adanya alat mulut seranga
bertipe pengisap, sedang larvanya memiliki tipe penggigit. Pada serangga
dewasa, alat mulut berupa tabung yang disebut mandibulata. Metamorfose bertipe
sempurna (Holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur > larva
> kepompong > dewasa (
Coleoptera berasal dari bahasa Latin coleos (perisai) dan pteron (sayap), berarti insekta bersayap perisai. Serangga ini dinamakan demikian karena sayap luarnya mengeras seperti seludang sedangkan sayap di dalam yang tertutup tipis seperti membrane. Mulut pada tipe serangga ini adalah menggigit dan mengunyah. Makanan imago dan larvanya berbeda, umumnya serangga dewasa memakan hewan dan tanaman yang masih hidup maupun yang sudah mati sedangkan larvanya memakan kompos batang dan akar pohon. Ordo ini berkembang biak dengan cara holometabola atau sempurna. Dari seluruh kelas anggota serangga 40%nya merupakan ordo coleopteran yang terdiri dari 250 spesies lebih. Dalam ordo ini banyak yang bertindak sebagai hama dan ada juga yang menjadi predator larva hama. Beberapa family dari ordo ini adalah dynastidae, melolonthidae, rutelidae, lampyridae, coccinellidae, curculionidae, histeridae, cerambycidae dan scolytidae.
Coleoptera berasal dari bahasa Latin coleos (perisai) dan pteron (sayap), berarti insekta bersayap perisai. Serangga ini dinamakan demikian karena sayap luarnya mengeras seperti seludang sedangkan sayap di dalam yang tertutup tipis seperti membrane. Mulut pada tipe serangga ini adalah menggigit dan mengunyah. Makanan imago dan larvanya berbeda, umumnya serangga dewasa memakan hewan dan tanaman yang masih hidup maupun yang sudah mati sedangkan larvanya memakan kompos batang dan akar pohon. Ordo ini berkembang biak dengan cara holometabola atau sempurna. Dari seluruh kelas anggota serangga 40%nya merupakan ordo coleopteran yang terdiri dari 250 spesies lebih. Dalam ordo ini banyak yang bertindak sebagai hama dan ada juga yang menjadi predator larva hama. Beberapa family dari ordo ini adalah dynastidae, melolonthidae, rutelidae, lampyridae, coccinellidae, curculionidae, histeridae, cerambycidae dan scolytidae.
Empat puluh persen dari seluruh
spesies serangga adalah kumbang (sekitar 350,000 spesies), dan spesies baru
masih sering ditemukan. Perkiraan memperkirkan total jumlah spesies, yang
diuraikan dan tidak diuraikan, antara 5 dan 8 juta. Anggota-anggotanya ada yang
bertindak sebagai hama tanaman, namun ada juga yang bertindak sebagai predator
(pemangsa) bagi serangga lain.
Dermaptera berasal dari bahasa yunani yaitu derma (kulit) dan ptera (sayap). Kata dermaptera tersebut menunjukkan tekstur dan tegmina (penutup tubuh) dan dasar dari sayap. Dermaptera mudah dikenali dengan ciri ujung belakangnya seperti sapit serta badannya datar, sempit dan berwarna coklat atau hitam. Dermaptera merupakan serangga yang memiliki tubuh panjang dan ramping dengan tipe kepala prognathous. Dermaptera yang memiliki sayap, pada thoraxnya terdapat dua pasang sayap, dimana sepasang sayap pertama kecil dan keras, disebut tegmina. Sedangkan sepasang sayap selanjutnya lebar dan bermembran serta berbentuk setengah lingkaran. Ketika saat istirahat, melipat dibawah tegmina. Beberapa spesies tidak memiliki sayap. Serangga ini banayak terdapat di daerah lembab seperti batang pisang atau dibawah kulit tanaman yang telah mati. Spesies darmaptera banayak berfungsi sebagai predator mereka menggunakan sapit untuk menangkap lalu memakannya. Serangga yang termasuk ordo ini adalah cocopet atau tempiris.
1.2
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui
jenis-jenis serangga yang termasuk ordo Hemiptera, Odonata dan Dermaptera.
2.
Mengetahui bagian-bagian
tubuh dari ordo Hemiptera,
Odonata
dan Dermaptera.
3.
Mengetahui ciri-ciri
morfologi dari ordo Hemiptera, Odonata dan Dermaptera.
4. Mengetahui gejala yang terlihat dan
cara pengendaliannya.
II.
METODOLOGI
PERCOBAAN
2.1. Waktu dan Tempat
Praktikum
Pengenalan Ordo Hemiptera, Tysanoptera dan Isoptera dilakukan pada tanggal 31 Oktober 2014 pukul
07.30 WIB s/d 09.30 WIB di Laboratorium Hama, Jurusan Agroteknologi, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung.
2.2. Alat dan
Bahan
Adapun alat yang
digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri.
Sedangkan bahan
yang digunakan dalam praktikum ini adalah bapak
pucung, wereng lilin, wereng pucuk, walang sangit, kepik penghisap polong,
capung jarum, capung peluncur, dan cocopet.
2.3. Prosedur
Percobaan
Adapun prosedur
percobaan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Disiapkan
alat dan bahan yang akan diamati.
2. Diamati
bahan yang telah disiapkan di cawan petri.
3. Dideskripsikan
bahan yang telah disiapkan.
III.
HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil Pengamatan
Adapun tabel hasil
pengamatan yang didapatkan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
No.
|
Nama
|
Foto
|
1
|
Bapak Pucung
Famili : Phyrrhocoridae
Spesies : Dysdercus Cingulatus |
|
2
|
Wereng Lilin
Famili : Flatidae
Spesies : Lawana Candida |
|
3
|
Wereng Pucuk
Famili : Flatidae
Spesies : Sanurus Flavovenosus |
|
4
|
Walang Sangit
Famili : Alydidae
Spesies : Leptocorisa Acuta |
|
5
|
Kepik
Penghisap Polong
Famili : Coreidae
Spesies : Riptortus Linearis |
|
6
|
Capung Jarum
Famili : Aeshnidea
Spesies : Ischnura sp. |
|
7
|
Capung Peluncur
Famili : Libellulidae
Spesies : Libellula sp. |
|
8
|
Cocopet
Famili : Chelisochisidae
Spesies : Chelisodies Morio |
|
9
|
Predator Bapak Pucung
Famili : Pyrrochoridae Spesies : Antilochus sp. |
|
3.1
Pembahasan
3.1.1
Bapak Pucung
- Dysdercus
Cingulatus (Hemiptera : Phyrrhocoridae)
Bapak pucung yang mempunyai nama latin Dysdercus cingulatus
merupakan hama, baik serangga muda maupun dewasa, yang menyerang tanaman. Badan bapak pucung
berwarna merah dengan panjang 11 - 17 mm dan lebar 4,5 mm. Di belakang kepala
dan perut ada garis putih dan hitam. Pada sayapnya yang barwarna cokelat
terdapat sepasang bercak hitam. Nimfanya berwarna merah cerah dan hidup
berkelompok. Telur
bapak pucung biasanya diletakan dibawah tanaman inang atau di tempat yang
terlindung pada lubang kecil. Lubang tersebut kemudian ditutup dengan butiran
tanah atau serasah. Nimfa akan mengalami beberapa kali proses pergantian kulit
atau ekdisis. Tiap tahapan diantara pergantian kulit itu disebut instar. Nimfa
bapak pucung mengalami 5 kali instar. Warna nimfa yang telah dewasa penuh
adalah merah dengan bercak hitam pada sayapnya (Amalia,2010).
Pengendalian yang dapat dilakukan pada hama
ini adalah dengan menggunakan musuh alami
seperti lalat parasit tachinid, predator dari Reduviidae, burung, dan ayam.
Jika sudah menanggulanginya dengan
menggunakan musuh alami tidak perlu lagi disemprot bahan kimia karena musuh
alami dapat keracunan dan ikut mati
(Amalia,2010).
3.1.2 Wereng lilin
– Lawana Candida (Hemiptera :
Flatidae)
Lawana Candida atau yang biasa disebut dengan wereng lilin memiliki
tipe alat mulut stilet dan disebut kutu putih karena hampir seluruh tubuhnya
dilapisi oleh lilin yang berwarna putih yang dikeluarkan oleh porus pada
kutikula melalui proses sekresi. Lawana Candida memiliki tubuh yang serupa dengan wereng pucuk atau Sanurus Flavovenosus, hanya warna dan
ukuran tubuhnya saja yang berdeda. Lilin yang terdapat pada tubuhnya
merupakan ciri morfologi untuk mengidentifikasi spesies imago betina. Imago
betina tidak aktif bergerak dan berkembang setelah melalui proses ganti kulit. Telur Lawana candida diletakkan berderet
memanjang 2 sampai 6
baris dan tidak tertutup lapisan lilin. Nimfa berwarna krem dan tertutup tepung
lilin berwarna putih, jika dipegang
akan terasa lengket. Nimfa dan imago tidak
aktif bergerak, hanya meloncat atau terbang dekat bila terganggu. Kepadatan
populasi pada satu karangan bunga mencapai 80 ekor atau lebih. Periode nimfa
berlangsung selama 42 sampai 49 hari (Amir,2003).
Serangan Lawana candida tampak pada tunas-tunas muda bibit
dan tangkai bunga, menyisakan bercak-bercak nekrose pada tunas daun dan bakal
buah yang rontok karena kering kehabisan cairan. Nimfa dari Lawana
candida adalah si kecil rakus yang kelaparan akan cairan tanaman,
dalam beberapa hari serangan, tunas daun muda akan rontok menyisakan
pucuk-pucuk tunas tanpa daun yang terhambat perkembangannya. Gejala
kerusakannya dapat dilihat jika membuka ranting – ada bekas-bekas berwarna
coklat dalam ranting hijau (Amir,2003).
Pengendalian Lawana candida dapat menggunakan cara manual
menggunakan sikat gigi dan air sabun untuk membersihkan tunas tanaman yang
terserang sebelum memutuskan untuk menggunakan pestisida sistemik maupun
pestisida kontak. Jika memang diperlukan pengaplikasian pestisida
kontak seperti decis, curacon, dan sidacron cairan perekat perlu ditambahkan
pada cairan pestisida kontak untuk memastikan cairan dapat menembus lapisan
lilin tebal pada tubuh nimfa (Winarno,2002).
3.1.3 Wereng Pucuk - Sanurus flavenosus (Hemiptera : Flatidae)
wereng pucuk termasuk salah satu serangga ordo homiptera, famili Flatidae.
Serangga hama ini mengalami metamorphosis tidak sempurna, yaitu telur, nimfa,
dan imago. Telur berwarna putih diletakkan secara berkelompok pada permukaan
daun atau tangkai daun. Pada fase nimfa, nimfa dilapisi lilin berwarna putih.
Imago berwarna putih pada Sanurus flavenosus nimfa dan imago
berwarna hijau. Struktur tubuh wereng pucuk oada kepala terdapat sepasang mata
majemuk berwarna coklat gelap. Panjang dari ujung kepala sampai ujung sayap
berkisar 8 – 10 mm dan lebar sayap 3 – 4 mm. Saat hinggap, sayap menutup tubuh
dengan posisi tegak ke bawah (Eggleton,1995).
Nimfa dan imago Sanurus flavenosus menyerang tanaman dengan cara menusuk dan menghisap cairan tanaman. Pada pucuk dan tangkai bunga, bekas serangan berupa titik-titik hitam agak menonjol seperti bisul,yang bila dibelah akan terlihat tusukan tersebut mencapai floem dan xilem. Akibatnya, aliran zat hara menuju bunga akan terganggu. Pada padat populasi tinggi, serangan Sanurus flavenosus pada tangkai bunga dan bunga mengakibatkan bagian tersebut mengering sehingga bunga gagal menjadi buah. Populasi Sanurus flavenosus dengan kepadatan yang tinggi juga menghalangi serangga penyerbuk.Selain itu, permukaan daun banyak ditumbuhi cendawan jelaga, karena adanya embun madu yang dihasilkan hama tersebut (Elzinga,2004).
Pengendalian secara Fisik (Mekanis)
Bila serangga pradewasa atau dewasa belum ditemukan, upaya pengendalian dilakukan dengan mengamati keberadaan telurnya. Telur S. indecora dapat ditemukan pada permukaan daun bagian atas dan bawah serta pucuk. Telur diletakkan secara berkelompok serta ditutupi lapisan lilin berwarna putih kekuningan. Telur yang baru diletakkan berwarna putih, kemudian berubah menjadi kuning kecoklatan saat akan menetas. Telur dikumpulkan lalu dimusnahkan. Pengumpulan telur akan efektif bila jumlahnya masih sedikit. Pemantauan keberadaan telur dilakukan sebelum tanaman berbunga dengan interval satu minggu sekali, karena telur menetas dalam waktu 6−7 hari. Namun demikian, pengendalian secara fisik/mekanis kurang efektif karena memakan waktu yg lama (Elzinga,2004).
3.1.4
Walang Sangit
- Leptocorisa
Acuta (Hemiptera
: Alydidae)
Walang sangit secara umum morfologinya tersusun atas caput
tungkai depan, sayap depan, sayap belakang tungkai belakang, abdomen, toraks,
dan antena. serangga dari ordo ini memiliki sayap
depan yang bagian pangkalnya keras seperti kulit, namun bagian belakangnya
tipis seperti membran. Sayap depan ini pada sebagian anggota Hemiptera bisa
dilipat di atas tubuhnya dan menutupi sayap belakangnya yang seluruhnya tipis
dan transparan, sementara pada anggota Hemiptera lain sayapnya tidak dilipat
sekalipun sedang tidak terbang. Ciri khas utama serangga anggota Hemiptera
adalah struktur mulutnya yang berbentuk seperti jarum. Mereka menggunakan
struktur mulut ini untuk menusuk ringanja dari makannya dan kemudian menghisap
cairan di dalamnya. Daur
Hidup dari ordo hemiptera (Leptocorisa
acuta) ini melewati masa perkembangan dengan tipe paurometabola yaitu
melewati tahap telur, nimfa, dan kemudian imago. Imago ini yang kemudian
kembali melakukan perkawinan dan bertelur serta meletakan telurnya di tanaman
demikian siklus ini berjalan terus menerus
(Gullan,1999).
Pengendalian hama walang sangit dapat dilakukan sebagai berikut: Menanam
tanaman secara serentak, Membersihkan sawah dari segala macam rumput yang
tumbuh di sekitar sawah agar tidak menjadi tempat berkembang biak bagi walang
sangit, menangkap walang sangit pada pagi hari dengan menggunakan jala
penangkap, penangkapan menggunakan unmpan bangkai kodok, ketam sawah, atau
dengan alga, melakukan pengendalian hayati dengan cara melepaskan predator
alami beruba laba – laba dan menanam jamur yang dapat menginfeksi walang sangit
(Kambhampati,2000).
3.1.5 Kepik Penghisap Polong – Riptortus Linearis (Hemiptera : Coreidae)
Kepik penghisap polong mempunyai ciri khas terdapat pada stadia imago, yaitu adanya garis putih kekuningan pada sepanjang sisi badannya. Imago Riptortus linearis bertubuh memanjang dan berwarna kuning coklat. Jumlah imago yang hidup sebanyak 50 ekor. Imago memiliki sayap sehingga bisa terbang. Perbedaan antara imago jantan dan betina dapat terlihat pada bagian abdomen. Pada abdomen betina terdapat garis segitiga berwarna putih, sedangkan pada jantan hanya ada garis memanjang berwarna putih. Jika sudah berisi telur, serangga betina memiliki abdomen yang membesar dan menggembung pada bagian tengah, sedangkan abdomen jantan lurus ke belakang. Kepik penghisap polong (Riptortus linearis) memiliki tipe metamorfosis paurometabola yaitu terdiri dari telur, nimfa, dan imago. Telur Riptortus linearis berbentuk bulat dan berwarna coklat. Nimfa maupun imago mampu menyebabkan kerusakan pada polong kedelai dengan cara mengisap cairan biji di dalam polong dengan menusukkan stiletnya. Tingkat kerusakan akibat Riptortus linearis bervariasi, bergantung pada tahap perkembangan polong dan biji. Tingkat kerusakan biji dipengaruhi pula oleh letak dan jumlah tusukan pada biji (Pracaya,2008).
Hama ini menyerang polong dan menghisap isinya. apabila polong yang diserang telah berisi akan tampak bintik-bintik hitam, dan jika polong tersebut terbuka akan tampak biji kehitam-hitaman, kosong, dan gepeng. pemberantasan kepik polong sama dengan penggerek polong. Oleh karena itu, pemberantasan hama penggerek polong berarti juga pemberantasan kepik. Pada polong muda menyebabkan biji kempis dan kadang-kadang polong gugur. Serangan yang terjadi pada fase pertumbuhan polong menyebabkan biji dan polong kempis, kemudian mengering. Serangan yang terjadi pada fase pengisian biji menyebabkan biji busuk dan menghitam. Serangan polong tua menyebabkan adanya bintik hitam pada biji. Imago mulai datang di pertanaman sejak pembentukan bunga, Akibat serangannya menyebahkan biji dan polong kempis, kemudian polong gugur, biji menjadi busuk, berwarna hitam; kulit biji keriput, dan adanya bercak coklat pada kulit biji. Periode kritis tanaman terhadap serangan pengisap polong adalah stadia pengisian biji (Prayugo,2005).
Pengendaliannya , prinsip pengendalian hama secara terpadu atau PHT merupakan suatu cara pengendalian hama yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan ekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan masih menjadi alternative utama dalam pengendalian hama kepik penghisap polong. Penggunaan pestisida merupakan alternative terakhir yang apabila serangan hama kepik hijau telah melampaui batas ambang kendali yaitu bila telah ditemukan kerusakan polong lebih dari 2% atau terdapat sepasang kepik dewasa per tanaman saat tanaman kedelai berumur lebih dari 45 hari setelah tanam (Prayugo,2005).
3.1.6 Capung Jarum - Ischnura ceruvula (Odonata : Aeshnidea)
Capung Jarum (Ischnura ceruvula) memiliki tubuh yang panjang dan ramping, memiliki sepasang sayap yang panjang yang sangat kasar. Saat istirahat mengatupkan sayap di atas tubuh atau membentangkan sayap bersama-sama di atas tubuh. Capung terdiri dari tiga bagian yaitu kepala dengan mata besar, dada atau thorax dengan empat sayap panjang yang tidak bias dilipat dan dilengkapi tiga pasang kaki dan perut atau abdomen dengan 10 segmen (Pracaya,2008).
3.1.5 Kepik Penghisap Polong – Riptortus Linearis (Hemiptera : Coreidae)
Kepik penghisap polong mempunyai ciri khas terdapat pada stadia imago, yaitu adanya garis putih kekuningan pada sepanjang sisi badannya. Imago Riptortus linearis bertubuh memanjang dan berwarna kuning coklat. Jumlah imago yang hidup sebanyak 50 ekor. Imago memiliki sayap sehingga bisa terbang. Perbedaan antara imago jantan dan betina dapat terlihat pada bagian abdomen. Pada abdomen betina terdapat garis segitiga berwarna putih, sedangkan pada jantan hanya ada garis memanjang berwarna putih. Jika sudah berisi telur, serangga betina memiliki abdomen yang membesar dan menggembung pada bagian tengah, sedangkan abdomen jantan lurus ke belakang. Kepik penghisap polong (Riptortus linearis) memiliki tipe metamorfosis paurometabola yaitu terdiri dari telur, nimfa, dan imago. Telur Riptortus linearis berbentuk bulat dan berwarna coklat. Nimfa maupun imago mampu menyebabkan kerusakan pada polong kedelai dengan cara mengisap cairan biji di dalam polong dengan menusukkan stiletnya. Tingkat kerusakan akibat Riptortus linearis bervariasi, bergantung pada tahap perkembangan polong dan biji. Tingkat kerusakan biji dipengaruhi pula oleh letak dan jumlah tusukan pada biji (Pracaya,2008).
Hama ini menyerang polong dan menghisap isinya. apabila polong yang diserang telah berisi akan tampak bintik-bintik hitam, dan jika polong tersebut terbuka akan tampak biji kehitam-hitaman, kosong, dan gepeng. pemberantasan kepik polong sama dengan penggerek polong. Oleh karena itu, pemberantasan hama penggerek polong berarti juga pemberantasan kepik. Pada polong muda menyebabkan biji kempis dan kadang-kadang polong gugur. Serangan yang terjadi pada fase pertumbuhan polong menyebabkan biji dan polong kempis, kemudian mengering. Serangan yang terjadi pada fase pengisian biji menyebabkan biji busuk dan menghitam. Serangan polong tua menyebabkan adanya bintik hitam pada biji. Imago mulai datang di pertanaman sejak pembentukan bunga, Akibat serangannya menyebahkan biji dan polong kempis, kemudian polong gugur, biji menjadi busuk, berwarna hitam; kulit biji keriput, dan adanya bercak coklat pada kulit biji. Periode kritis tanaman terhadap serangan pengisap polong adalah stadia pengisian biji (Prayugo,2005).
Pengendaliannya , prinsip pengendalian hama secara terpadu atau PHT merupakan suatu cara pengendalian hama yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan ekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan masih menjadi alternative utama dalam pengendalian hama kepik penghisap polong. Penggunaan pestisida merupakan alternative terakhir yang apabila serangan hama kepik hijau telah melampaui batas ambang kendali yaitu bila telah ditemukan kerusakan polong lebih dari 2% atau terdapat sepasang kepik dewasa per tanaman saat tanaman kedelai berumur lebih dari 45 hari setelah tanam (Prayugo,2005).
3.1.6 Capung Jarum - Ischnura ceruvula (Odonata : Aeshnidea)
Capung Jarum (Ischnura ceruvula) memiliki tubuh yang panjang dan ramping, memiliki sepasang sayap yang panjang yang sangat kasar. Saat istirahat mengatupkan sayap di atas tubuh atau membentangkan sayap bersama-sama di atas tubuh. Capung terdiri dari tiga bagian yaitu kepala dengan mata besar, dada atau thorax dengan empat sayap panjang yang tidak bias dilipat dan dilengkapi tiga pasang kaki dan perut atau abdomen dengan 10 segmen (Pracaya,2008).
Metamorfose
tidak sempurna (Hemimetabola), pada stadium larva dijumpai adanya alat tambahan
berupa insang dan hidup di dalam air. Anggotanya dikenal sebagai predator pada
beberapa jenis serangga kecil yang termasuk hama , seperti beberapa jenis
trips, wereng, kutu loncat serta ngengat penggerek batang padi. Capung betina
meletakkan telur di dalam air, dan telur menetas di sana. Nimfa capung
menangkap dan memakan binatang air,seperti serangga kecil, bibit ikan kecil,
jentik nyamuk. Jika sudah besar, nimfa melata ke luar air (biasanya pada buluh)
dan melepaskan kulitnya menjadi dewasa yang bersayap (Pracaya,2008).
Dalam dunia pertanian imago capung jarum dikenal sebagai serangga predator yang aktif berburu mangsa dan bersifat polifaga. Capung jarum merupakan serangga musuh alami pada beberapa hama tanaman kepala. Capung adalah serangga predator yang rakus baik pada fase nimfa maupun imago, capung juga bersifat kanibalisme terhadap sesama capung. Dengan kaki-kakinya dan rahang yang kuat, serta kecepatan terbang yang tinggi capung dapat menangkap dan memangsa berbagai jenis serangga lain (Pracaya,2008).
Dalam dunia pertanian imago capung jarum dikenal sebagai serangga predator yang aktif berburu mangsa dan bersifat polifaga. Capung jarum merupakan serangga musuh alami pada beberapa hama tanaman kepala. Capung adalah serangga predator yang rakus baik pada fase nimfa maupun imago, capung juga bersifat kanibalisme terhadap sesama capung. Dengan kaki-kakinya dan rahang yang kuat, serta kecepatan terbang yang tinggi capung dapat menangkap dan memangsa berbagai jenis serangga lain (Pracaya,2008).
3.1.7 Capung Peluncur – Libellula sp. (Odonata : Libellulidae)
Capung ada berbagai macam jenis, salah satu jenis capung yang besar adalah capung peluncur. Seperti serangga pada umumnya, tubuh capung terdiri dari tiga bagian: kepala dengan mata besar, dada/thorax dengan empat sayap panjang yang tidak bisa dilipat dilengkapi tiga pasang kaki, dan perut/abdomen dengan 10 segmen. Libellula sp memiliki sayap belakang besar pada belakang (dasar) terentang pada waktu istirahat. Bersayap membran dua pasang yang mengandung vena melintang yang kompleks, predacius, kaki digunakan untuk menangkap insecta lainnya hanya pada waktu terbang, tidak untuk berjalan. Siklus hidup capung, dari telur hingga mati setelah dewasa, bervariasi antara enam bulan hingga lima tahun. Proses kawin capung dewasa bisa berlangsung berjam-jam dan dapat dilakukan dalam keadaan terbang atau kawin di udara, larvanya hidup dalam air karena terdapat insang pada rectum. Metamorfosisnya bertingkat (sempurna).Capung hidup dekat dengan air karena siklus hidupnya yang membuat mereka tidak bisa hidup jauh dari air (Sudarsono,2003).
Capung peluncur merupakan serangga predator yang aktif berburu mangsa dan bersifat polifaga. Capung peluncur merupakan serangga musuh alami pada beberapa hama tanaman kepala. Capung peluncur adalah serangga predator yang rakus baik pada fase nimfa maupun imago, capung juga bersifat kanibalisme terhadap sesama capung. Dengan kaki-kakinya dan rahang yang kuat, serta kecepatan terbang yang tinggi capung dapat menangkap dan memangsa berbagai jenis serangga lain (Widiyaningrum,2009).
Capung ada berbagai macam jenis, salah satu jenis capung yang besar adalah capung peluncur. Seperti serangga pada umumnya, tubuh capung terdiri dari tiga bagian: kepala dengan mata besar, dada/thorax dengan empat sayap panjang yang tidak bisa dilipat dilengkapi tiga pasang kaki, dan perut/abdomen dengan 10 segmen. Libellula sp memiliki sayap belakang besar pada belakang (dasar) terentang pada waktu istirahat. Bersayap membran dua pasang yang mengandung vena melintang yang kompleks, predacius, kaki digunakan untuk menangkap insecta lainnya hanya pada waktu terbang, tidak untuk berjalan. Siklus hidup capung, dari telur hingga mati setelah dewasa, bervariasi antara enam bulan hingga lima tahun. Proses kawin capung dewasa bisa berlangsung berjam-jam dan dapat dilakukan dalam keadaan terbang atau kawin di udara, larvanya hidup dalam air karena terdapat insang pada rectum. Metamorfosisnya bertingkat (sempurna).Capung hidup dekat dengan air karena siklus hidupnya yang membuat mereka tidak bisa hidup jauh dari air (Sudarsono,2003).
Capung peluncur merupakan serangga predator yang aktif berburu mangsa dan bersifat polifaga. Capung peluncur merupakan serangga musuh alami pada beberapa hama tanaman kepala. Capung peluncur adalah serangga predator yang rakus baik pada fase nimfa maupun imago, capung juga bersifat kanibalisme terhadap sesama capung. Dengan kaki-kakinya dan rahang yang kuat, serta kecepatan terbang yang tinggi capung dapat menangkap dan memangsa berbagai jenis serangga lain (Widiyaningrum,2009).
3.1.8 Cocopet - Chelisodies Morio
(Dermaptera : Chelisochisidae)
Serangga ini
bertubuh langsing, memiliki alat pencepit yang mencolok pada ujung abdomen yang
berfungsi untuk memangsa, melawan predator, dan memegang pasanganyya ketika
kopulasi. Tipe mulut mandibulata dan mengalami metamorfosis sempurna. Panjang
tubuhna 1,25-2 cm, termasuk cerci, termasuk dalam ordo Dermaptera. Jika ada
yang mengusik serangga ini dengan jari, maka ekornya dapat membengkok di atas
punggung dan menegakkan cercinya dengan sikap mengancam. Dalam sikap seperti
ini, serangga ini lebih mirip kalajengking, hanya saja tidak berbisa, sedang
cercinya tidak cukup kuat untuk membuat cedera. Biarpun begitu, penampilannya
seringkali menakutkan. Serangga ini kadang-kadang menyelinap dalam telinga. Hal
ini bukan akibat pilihan sengaja serangga tersebut untuk mencari telinga, seperti
yang dibayangkan sementara orang, tetapi pencerminan kebiasaanya untuk
istirahat dalam setiap relung yang dianggap cocok. Bagi cocopet, telinga adalah
suatu relung juga. Sayap belakangnya tembus cahaya(membran) berbentuk setengah
lingkaran dengan ciri berupa urat-urat dan lipatan, timbul ketika istirahat,
sayap dilipat dibawah sayap depan yang pendek dan terlihat seperti kulit
mentah, dan ini yang menyebabkan adanya tekukan baik melintang maupun lipatan
membujur (Borror,1996).
3.1.9 Bapak Pucung Predator – Antilochus sp. (Hemiptera : Phyrrhocorodae)
Bapak pucung Predator (Antilochus sp.)
merupakan salah satu serangga kecil, tetapi
serangga kecil ini ternyata juga
merupakan predator yang sangat ganas. Mereka mampu memangsa binatang lainnya
yang ukuran tubuhnya sama atau lebih besar dari tubuhnya. Contohnya ada salah seekor
bapak pucung sedang memangsa seekor kepik. Badan bapak pucung
berwarna merah dengan panjang 11 - 17 mm dan lebar 4,5 mm. Di belakang kepala
dan perut ada garis putih dan hitam. Pada sayapnya yang barwarna cokelat
terdapat sepasang bercak hitam. Nimfanya berwarna merah cerah dan hidup
berkelompok (Pracaya,2008).
Telur bapak
pucung biasanya diletakan dibawah tanaman inang atau di tempat yang terlindung
pada lubang kecil. Lubang tersebut kemudian ditutup dengan butiran tanah atau
serasah. Jumlah telur sekitar 100 yang dibagi dalam 8 kelompok. Untuk
perkembangannya, telur perlu kelembaban yang tinggi. Jika keadaan kering, telur
akan mati. Telur menetas dalam 5 hari pada suhu 27 derajat Celcius, atau 8 hari
pada suhu 23 derajat Celcius. Nimfa
akan mengalami beberapa kali proses pergantian kulit. Tiap tahapan diantara
pergantian kulit itu disebut instar. Nimfa bapak pucung mengalami 5 kali instar.
Warna nimfa yang telah dewasa penuh adalah merah dengan bercak hitam pada
sayapnya. Panjang nimfa 10-15 mm. Lamanya periode nimfa adalah 21 hari pada
suhu 27 derajat celcius, atau 35 hari pada suhu 23 derajat celcius. Masa
perkawinan bapak pucung 2-6 hari dan mulai bertelur 3-8 hari kemudian (Pracaya,2008).
IV.
KESIMPULAN
Adapun
kesimpulan yang didapat dari
praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. 1. Ordo hemiptera berarti sayap
serangga dalam ordo ini setengah tebal dan setengahnya lagi tipis, sedangkan pada ordo thysanoptera memiliki sayap yang tepinya berumbai-rumbai, dan pada ordo isoptera memiliki 2
sayap yg sama besarnya.
2. 2. Serangga yang termasuk ordo hemiptera adalah bapak pucung
(Dysdescus cingulatus), Wereng lilin
( Lawana candida), Wereng pucuk (Sanurus flavovenosus), Walang sangit (Leptocorisa acuta), Kepik penghisap
polong (Riptortus linearis), Bapak
pucung predator (Antilochus sp.).
3. Serangga yang termasuk ordo odonata adalah Capung jarum (Ischnura sp.), capung peluncur (Libellula sp.).
4.
Serangga yang termasuk ordo Dermaptera adalah Cocopet (Chelisodies morio).
5. Mulut yang
dimiliki serangga pada ordo hemiptera, thysanoptera, dan isoptera
rata-rata memiliki mulut tipe
mandibulata yang artinya menggigit dan mengunyah.
6. Kebanyakan
besar serangga-serangga ini mengalami metamorfosis tidak sempurna atau biasa
disebut dengan hemimetabola.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, H dan Idham Sakti Harahap. 2010. Preferensi Kecoa
Amerika Periplaneta Americana (L.)
(Blattaria : Blattidae) terhadap berbagai kombinasi umpan. Jurnal Ilmiah
Sainteks. Vol.7, No.2, 67-77. Ilmiah Sainteks. Vol.14, No.3, 173-177.
Amir, M.
2003.Rayap dan Peranannya.Dalam: M.
Amir, Kahono. S. Serangga Taman Nasional
Gunung Halimun Jawa Bagian Barat.Biodiversity Conservation
Project.LIPI.51-62.
Borror, D.
1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Yogyakarta, UGM Press.
Eggleton P, Bignell DE. 1995. Monitoring the response of tropical
insects to changes in the environment: troubles with termites. Di dalam: Harrington R, Stroks NE. Insects in a Changing Environment.
London: Academic Pr. hal: 473-497.
Elzinga, R.J. 2004.Fundamental
of Entomology.Ed. Ke-6. New Jersey: Pearson Educ.
Gullan, P.J; Cranston PS. 1999. The Insect An Outline of
Entomology. Edisi Ke-2.
Oxford: Blackwell Sci.
Kambhampati S, Egglenton P. 2000. Taxonomy and phylogeny of
termites. Di dalam: Abe T, Bignell DE, Higashi M. Termites Evolution,
Sociality, Symbioses, Ecology. Dordecht: Kluwer Academic. hal: 1- 23.
Mastrigt HV, Rosariyanto E. 2005. Buku Panduan Lapangan ; Kupu-kupu
Untuk Wilayah
Memberamo Sampai Pegunungan
Cyclops. Jakarta: Conservation
International-Indonesia Program.
146 hlm.
Pracaya.2008.Hama dan penyakit Tanaman. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Prayogo,
Yusmani dan Suharsono. 2005. Optimalisasi Pengendalian Hama Pengisap Polong
Kedelai (Riptortus linearis) dengan Cendawan Entomopatogen Verticillium
lecanii. Jurnal Litbang Pertanian 24 (4), 2005. Balai Penelitian Tanaman
Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang.
Sudarsono, H. 2003. Hama belalang kembara (locusta migratoria manilensis meyen):
Fakta dan Analisis Awal Ledakan populasi di Provinsi Lampung. Jurnal Hama dan
penyakit Tumbuhan Tropika. Vol.3, No.2: 51-56.
Widiyaningrum, P. 2009. Pertumbuhan Tiga Spesies Jangkrik
Lokal yang Dibudidayakan pada Padat Penebaran dan Jenis Pakan Berbeda. Jurnal
Ilmiah Sainteks. Vol.14, No.3, 173-177.
Wiratno dan Siswanto.
2002. Serangan Lawana sp. (Homoptera: Flatidae) pada tanaman jambu mete (Anacardium
occidentale).Prosiding
Seminar Nasional III. Pengelolaan Serangga yang Bijaksana Menuju Optimasi Produksi, Bogor 6 November 2001.
Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Bogor. hlm. 165−170.
Komentar
Posting Komentar