PENGENALAN ORDO HYMENOPTERA DAN DIPTERA
PENGENALAN
ORDO HYMENOPTERA DAN DIPTERA
(Laporan
Praktikum Bioekologi Hama Tanaman)
Oleh
Karina Zulkarnain
1314121095
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2014
1.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kata hymenoptera
berasal dari bahasa yunani yaitu uman atau hymen (kulit
tipis, membrane) dan ptera (sayap)
yang berarti sayap serangga ini tipis seperti membrane yg halus, sayap depan
lebih besar dari satap belakang. Sebagian besar ordo ini merupakan pemakan
serangga lain. Hymenoptera terbagi menjadi dua subordo yaitu, chalastogastra
dan clistogastra. Hymenoptera Mengalami metamorfosis sempurna, tipe alat mulut mandibulata
yang dilengkapi flabellum sebagai alat pengisapnya. (
Kata
diptera berasal dari kata yunani yaitu di (dua) dan ptera (sayap). Karena serangga yg termasuk dalam
ordo ini mempunyai sepasang sayap, Tetapi ada yg mempunyai dua pasang sayap yaitu lalat tapi
tereduksi menjadi halter yg berfungsi sebagai alat keseimbangan. Larva pada ordo
ini disebut belatung. Belatung berbentuk ulat pendek yang tidak memiliki kaki,
kepalanya kecil dan semakin kebelakang akan semakin besar (
1.2
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui
jenis-jenis serangga yang termasuk ordo Hymenoptera dan Diptera
2.
Mengetahui bagian-bagian
tubuh dari ordo Hymenoptera dan
Diptera
3.
Mengetahui ciri-ciri
morfologi dari ordo Hymenoptera dan
Diptera
4. Mengetahui gejala yang terlihat dan
cara pengendaliannya.
II.
METODOLOGI
PERCOBAAN
2.1. Waktu dan Tempat
Praktikum
Pengenalan Ordo Hemiptera, Tysanoptera dan Isoptera dilakukan pada tanggal 14 November 2014 pukul 07.30 WIB
s/d 09.30 WIB di Laboratorium Hama, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung.
2.2. Alat dan
Bahan
Adapun alat yang
digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri.
Sedangkan bahan
yang digunakan dalam praktikum ini adalah Lalat
parasitoid, lalat buah, lalat rumah, Trichograma, Apenteles flavipes, Stenobracon nicevillei.
2.3. Prosedur
Percobaan
Adapun prosedur
percobaan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Disiapkan
alat dan bahan yang akan diamati.
2. Diamati
bahan yang telah disiapkan di cawan petri.
3. Dideskripsikan
bahan yang telah disiapkan.
III.
HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil Pengamatan
Adapun tabel
hasil pengamatan yang didapatkan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
No.
|
Nama
|
Foto
|
1
|
Lalat
Parasitoid
Famili : Tachinidae
Spesies : Strumiopsis inferens |
|
2
|
Lalat Buah
Famili : Tephritidae
Spesies : Bactrocera sp. |
|
3
|
Lalat Rumah
Famili : Muscidae
Spesies : Musca domestica |
|
4
|
Trichograma
Famili : Trichogrammatidae
Spesies : Trichograma chilonis |
|
5
|
Apenteles flavipes
Famili : Branconidae
Spesies : Apenteles flavipes |
|
6
|
Stenobracon nicevillei
Famili : Branconidae
Spesies : Stenobracon nicevillei |
|
3.1
Pembahasan
3.1.1 Lalat Parasitoid – Strumiopsis inferens (Diptera : Tachinidae)
Siklus hidup dari telur hingga menjadi imago rata-rata 40,5 (31-49) hari
dengan masa telur 5-11 hari, rata-rata masa tempayak 18,7 (15-24) hari dan
rata-
rata masa pupa 12,8 hari (11-14) hari
(Saragih dkk., 1986). Perkembangbiakan lalat parasitoid hampir sama
dengan lalat rumah, dimana lalat betina mengalami bunting 1-2 minggu. Telur
yang telah dibuahi ditahan dalam uterus, kerapkali penetasan terjadi dalam
organ tersebut dan dapat juga terjadi tempayak dikeluarkan dengan masih
diselubungi lapisan kulit telur yang tipis
Larva dari ordo diptera disebut sebagai ulat atau tempayak, dimana bagian
kepala atau tubuh tidak dapat dibedakan, selalu tidak bertungkai atau tidak
berkaki (Amalia , 2010).
3.1.2
Lalat Buah – Bactrocera sp. (Diptera : Tephritidae )
Lalat buah (Bactrocera
sp.) adalah hama yang banyak menyerang buah-buahan dan sayuran. Anggota
ordo Diptera ini kerap menggagalkan panen yang dinanti petani buah dan sayur. Lalat buah berukuran 1-6 mm, berkepala
besar, berleher sangat kecil. Warnanya sangat bervariasi, kuning cerah, oranye,
hitam, cokelat, atau kombinasinya dan bersayap datar. Pada tepi ujung sayap ada
bercak-bercak coklat kekuningan. Pada abdomennya terdapat pita-pita hitam,
sedangkan pada thoraxnya terdapat bercak-bercak kekuningan. Lalat buah sering menyerang dan menghancurkan tanaman saat
musim penghujan karena kelembapan memicu pupa untuk keluar menjadi lalat
dewasa.
Gejala : larva akan menggerek buah dan menyebabkan buah membusuk di
bagian dalam. Bila diamati, pada buah yang terserang akan tampak lubang kecil
kehitaman bekas tusukan. Buah menjadi rusak, lembek, busuk dan akhirnya rontok.
Batang yang terserang menjadi benjolan seperti bisul sehingga buah yang
dihasilkan kecil-kecil dan menguning.
Pengendalian yang dapat dilakukan : dengan cara sanitasi lingkungan, yaitu pengumpulan buah-buah yang terserang, baik yang jatuh maupun yang masih di pohon. Kemudian dimusnahkan dengan menimbun yang terserang kedalam tanah (dipastikan bahwa kedalaman tanah tidak memungkinkan larva dapat berkembang menjadi pupa) (Amir , 2003).
3.1.3 Lalat Rumah – Musca domestica (Diptera : Muscidae)
Lalat masuk ke
dalam ordo Diptera yaitu memiliki dua pasang sayap (Di- = dua dan –ptera =
sayap). Mata yang dimiliki biasanya
berukuran besar. Antena memiliki jumlah segmen yang bervariasi dari 3 – 40
buah. Metamorfosis sempurna dengan larva yang tidak berkaki. Ordo ini memiliki tipe
alat mulut untuk mengunyah dan menghisap atau menjilat dan menghisap membentuk
alat mulut yang sepeti belalai disebut probosis. Probosis ini dapat ditarik ke
dalam atau dijulurkan sesuai dengan keperluan hewan tersebut. Sesuai dengan
namanya, hewan dari ordo ini mempunyai 2 pasang sayap depan, sedangkan sayap
belakang berubah bentuknya menjadi suatu bulatan kecil yang disebut haltere.
Haltere ini digunakan sebagai alat keseimbangan dan alat untuk mengetahui
keadaan angin (Widiyaningrum,2009).
Lalat rumah berukuran sedang,
panjangnya 6-7,5 mm, berwarna hitam keabu-abuan dengan empat garis memanjang
pada bagian punggung. Memiliki sepasang mata, sepasang antena, dan tiga pasang
kaki. Lalat rumah memiliki bulu pada bagian atas dan bawah. Sayapnya mempunyai
empat garis (strep) yang melengkung ke arah kosta/rangka sayap mendekati
garis ketiga. Garis ini menjadi ciri pada lalat rumah dan merupakan pembeda
dengan musca jenis lainnya. Siklus hidup pada lalat rumah ada 4 fase, yaitu: telur, larva, pupa, dan dewasa.
Metamorfosis yang dilakukan oleh lalat adalah metamorfosis sempurna (Borror , 1996).
3.1.4
Trichograma – Trichograma chilonis ( Hymenoptera
: Trichogrammatidae)
Parasitoid telur Trichogramma japonicum memiliki panjang tubuh 0,75 mm dengan
tubuh berwarna hitam dan mata merah yang khas (Darmadi, 2008). Tarsus dengan
tiga ruas. Sayap depan sangat lebar dengan rambut-rambut yang membentuk garis,
vena marginal dan stignal membentuk kurva tunggal. Sayap belakang sempit dan
berambut apabila dipelihara pada suhu 30o C dan kelembapan 80% tubuh berwarna
cokelat kehitaman, rambut-rambut pada sayap depan panjang, ovipositor keluar di
ujung abdomen. Imago jantan mempunyai antenna berbentuk clavus dengan 30-40
rambut, tiap rambut panjangnya 3 kali lebar antenna. Ovipositor pada betina
hampir satu setengah kali lebih panjang daripada tibia belakang yang
memungkinkan betina untuk meletakkan telur ke dalam telur yang tertutup bulu.
Ukuran telur sekitar 0,31mm. rasio jenis kelamin dewasa jantan dan betina
adalah 1:2,3. Parasitoid ini merupakan parasitoid yang hidup berkelompok (Pracaya , 2008).
Larva Trichogramma terdiri
dari tiga instar. Setelah mencapai instar 3 (3-4 hari setelah telur
terparasit), telur penggerek batang berubah warnanya menjadi gelap atau hitam.
Larva kemudian berkembang menjadi pupa. Setelah 4-5 hari, pupa berubah menjadi
imago, dan keluar dari telur inang dengan membuat lubang bulat pada kulit
telur. Daur hidup sejak telur diletakkan hingga imago muncul sekitar 8 hari. Setiap
betina biasa menghasilkan telur sebanyak 50 butir. Perkembangbiakan dengan
perkawinan atau parthenogenesis. Parasitoid betina yang kawin menghasilkan
keturunan betina dan jantan, sedangkan yg tidak kawin akan menghasilkan jantan
saja (Gullan, 1999).
Pada saat pemarasitan, parasitoid Trichogramma japonicum betina
akan menguji telur dengan memukulnya menggunakan antenna, menggerek masuk ke
dalam telur inang dengan ovipositornya dan meletakkan satu atau lebih telur
tergantung ukuran telur inang. Pada saat Trichogramma japonicum betina
menemukan inangnya, biasanya akan tinggal dekat atau menetap pada inangnya
untuk periode yang panjang selama terjadinya pemarasitan. Populasi parasitoid
dipengaruhi oleh keberadaan inang dan kondisi lingkungan. Populasi inang yang
rendah menyebabkan parasitoid tidak berkembang, parasitoid dewasa aktif pada
siang hari dan terbang menuju ke arah sumber cahaya. Tingkat pemarasitan di
lapangan berkisar antara 40% (Pracaya , 2008).
3.1.5
Apenteles flavipes (Hymenoptera : Branconidae)
Apanteles sp. memiliki
antena lebih panjang dari tubuh, tubuh berwarna hitam dan berwarna kuning pada
bagian abdomen dan kakinya, sedangkan pada sayap terdapat RV (Reccurent vein). Apanteles sp. merupakan musuh alami
yang berupa parasitoid larva. Parasitoid ini mempunyai kisaran inang
yang luas, antara lain Plusia chalcites, Crocidolomia binatalis, Attacuc
atlas, dan Spodoptera litura. Apanteles dewasa berukuran
sangat kecil, panjangnya sekitar 2-3 mm. Apanteles betina meletakkan
telur ke dalam tubuh inang (pada stadium telur atau larva instar awal) dengan ovipositornya,
biasanya dalam satu inang akan diletakkan telur sebanyak 16-65 butir.
Telur-telur tersebut akan menetas dalam 2-3 hari, dan larva yang muncul akan
segera memakan tubuh inangnya dari dalam (endoparasitoid). Menjelang berpupa,
larva akan keluar dari tubuh inang dan berpupa di luar tubuh inang. Pupa Apanteles
berwarna putih. Dewasa yang muncul hanya hidup beberapa hari saja. Apanteles
yang ditemukan pada saat penelitian menyerang ulat dari anggota Famili
Lymantriidae (Eggleton , 1995).
3.1.6 Stenobracon
nicevillei (Hymenoptera : Branconidae)
Stenobracon
nicevillei merupakan parasit larva. Ukuran tubuhnya adalah 9-13 mm. Parasitoid betina memiliki ovipositor yang berukuran 2 kali panjang tubuhnya. Alat ini dimasukkan ke
larva penggerek saat oviposisi, untuk memasukkan
sebutir telurnya. Seekor larva penggerek cukup untuk menghidupi seekor
parasitoid hingga dewasa. Parasitoid ini ditemukan di lingkungan yang kering (Sudarsono , 2003).
IV.
KESIMPULAN
Adapun
kesimpulan yang didapat dari
praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.
Ordo hymenoptera berasal dari bahasa
yunani yaitu uman atau hymen (kulit tipis, membrane) dan ptera (sayap) yang berarti sayap serangga ini tipis seperti
membrane yg halus, sayap depan lebih besar dari satap belakang.
2.
Ordo diptera berasal dari kata yunani yaitu di (dua) dan ptera (sayap). Karena serangga yg termasuk dalam
ordo ini mempunyai sepasang sayap, Tetapi ada yg mempunyai dua pasang sayap yaitu lalat tapi
tereduksi menjadi halter yg berfungsi sebagai alat keseimbangan.
3.
Serangga yang termasuk ordo hymenoptera adalah Trichogramma
(Trichogramma chilonis), Apenteles flavipes, Stenobracon nicevillei.
4.
Serangga yang termasuk ordo diptera adalah Lalat
parasitoid (Sturmiopsis inferens),
Lalat buah (Bactrocera sp.), Lalat
rumah (Musca domestica).
5. Hymenoptera
sebagian besar merupakan parasitoid, tetapi sebagian diptera juga berperan
sebagai parasitoid.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, H dan Idham Sakti Harahap. 2010. Preferensi Kecoa
Amerika Periplaneta Americana (L.)
(Blattaria : Blattidae) terhadap berbagai kombinasi umpan. Jurnal Ilmiah
Sainteks. Vol.7, No.2, 67-77. Ilmiah Sainteks. Vol.14, No.3, 173-177.
Amir, M.
2003.Rayap dan Peranannya.Dalam: M.
Amir, Kahono. S. Serangga Taman Nasional
Gunung Halimun Jawa Bagian Barat.Biodiversity Conservation
Project.LIPI.51-62.
Borror, D.
1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Yogyakarta, UGM Press.
Eggleton P, Bignell DE. 1995. Monitoring the response of tropical
insects to changes in the environment: troubles with termites. Di dalam: Harrington R, Stroks NE. Insects in a Changing Environment.
London: Academic Pr. hal: 473-497.
Gullan, P.J; Cranston PS. 1999. The Insect An Outline of
Entomology. Edisi Ke-2.
Oxford: Blackwell Sci.
Pracaya.2008.Hama dan penyakit Tanaman. Jakarta : Penebar Swadaya.
Sudarsono, H. 2003. Hama belalang kembara (locusta migratoria manilensis meyen):
Fakta dan Analisis Awal Ledakan populasi di Provinsi Lampung. Jurnal Hama dan
penyakit Tumbuhan Tropika. Vol.3, No.2: 51-56.
Widiyaningrum, P. 2009. Pertumbuhan Tiga Spesies Jangkrik
Lokal yang Dibudidayakan pada Padat Penebaran dan Jenis Pakan Berbeda. Jurnal
Ilmiah Sainteks. Vol.14, No.3, 173-177.
terima kasih cantik
BalasHapus