PENGENALAN SERANGGA ORDO LEPIDOPTERA, COLEOPTERA, DAN NEUROPTERA

PENGENALAN SERANGGA ORDO LEPIDOPTERA, COLEOPTERA, DAN NEUROPTERA
(Laporan Praktikum Bioekologi Hama Tanaman)






Oleh
Karina Zulkarnain
1314121095















JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014








I.                   PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Kata lepidoptera berasal dari bahasa yunani yaitu lepidos (sisik) dan ptera (sayap). Jadi, serangga yang mempunyai sayap yg bersisik. Ukuran serangga ini ada yang kecil dan ada yang besar. Jumlah sayapnya empat buah dan tertutup sisik. Badan dan kakinya juga tertutup sisik. Antenanya ada yang seperti sikat dan ada yang seperti benang. Bagian mulutnya dilengkapi dengan alat menggigit dan pengisap seperti belalai yang disebut proboscis..serangga dewasanya mempunyai sayap yang menutupi tubunya jika istirahat (Heterocera), ada juga yang sayapnya tegak lurus diatas badannya (Rhopalocera). Dari ordo ini, hanya stadium larva (ulat) saja yang berpotensi sebagai hama, namun beberapa diantaranya ada yang predator. Serangga dewasa umumnya sebagai pemakan atau pengisap madu atau nektar. Sayapnya terdiri dari dua pasang, membranus dan tertutup oleh sisik-sisik yang berwarna-warni. Pada kepala dijumpai adanya alat mulut seranga bertipe pengisap, sedang larvanya memiliki tipe penggigit. Pada serangga dewasa, alat mulut berupa tabung yang disebut mandibulata. Metamorfose bertipe sempurna (Holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur  > larva  > kepompong  > dewasa (

Coleoptera berasal dari bahasa Latin coleos (perisai) dan pteron (sayap), berarti insekta bersayap perisai.  Serangga ini dinamakan demikian karena sayap luarnya mengeras seperti seludang sedangkan sayap di dalam yang tertutup tipis seperti membrane. Mulut pada tipe serangga ini adalah menggigit dan mengunyah. Makanan imago dan larvanya berbeda, umumnya serangga dewasa memakan hewan dan tanaman yang masih hidup maupun yang sudah mati sedangkan larvanya memakan kompos batang dan akar pohon. Ordo ini berkembang biak dengan cara holometabola atau sempurna. Dari seluruh kelas anggota serangga 40%nya merupakan ordo coleopteran yang terdiri dari 250 spesies lebih. Dalam ordo ini banyak yang bertindak sebagai hama dan ada juga yang menjadi predator larva hama. Beberapa family dari ordo ini adalah dynastidae, melolonthidae, rutelidae, lampyridae, coccinellidae, curculionidae, histeridae, cerambycidae dan scolytidae.
Empat puluh persen dari seluruh spesies serangga adalah kumbang (sekitar 350,000 spesies), dan spesies baru masih sering ditemukan. Perkiraan memperkirkan total jumlah spesies, yang diuraikan dan tidak diuraikan, antara 5 dan 8 juta. Anggota-anggotanya ada yang bertindak sebagai hama tanaman, namun ada juga yang bertindak sebagai predator (pemangsa) bagi serangga lain.

Dermaptera berasal dari bahasa yunani yaitu derma (kulit) dan ptera (sayap). Kata dermaptera tersebut menunjukkan tekstur dan tegmina (penutup tubuh) dan dasar dari sayap. Dermaptera mudah dikenali dengan ciri ujung belakangnya seperti sapit serta badannya datar, sempit dan berwarna coklat atau hitam. Dermaptera merupakan serangga yang memiliki tubuh panjang dan ramping dengan tipe kepala prognathous. Dermaptera yang memiliki sayap, pada thoraxnya terdapat dua pasang sayap, dimana sepasang sayap pertama kecil dan keras, disebut tegmina. Sedangkan sepasang sayap selanjutnya lebar dan bermembran serta berbentuk setengah lingkaran. Ketika saat istirahat, melipat dibawah tegmina. Beberapa spesies tidak memiliki sayap. Serangga ini banayak terdapat di daerah lembab seperti batang pisang atau dibawah kulit tanaman yang telah mati. Spesies darmaptera banayak berfungsi sebagai predator mereka menggunakan sapit untuk menangkap lalu memakannya. Serangga yang termasuk ordo ini adalah cocopet atau tempiris.

1.2              Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui jenis-jenis serangga yang termasuk ordo Hemiptera, Odonata dan Dermaptera.
2. Mengetahui bagian-bagian tubuh dari ordo Hemiptera, Odonata dan Dermaptera.
3. Mengetahui ciri-ciri morfologi dari ordo Hemiptera, Odonata dan Dermaptera.
4. Mengetahui gejala yang terlihat dan cara pengendaliannya.


II.            METODOLOGI PERCOBAAN

2.1. Waktu dan Tempat
Praktikum Pengenalan Ordo Hemiptera, Tysanoptera dan Isoptera dilakukan pada tanggal 31 Oktober 2014 pukul 07.30 WIB s/d 09.30 WIB di Laboratorium Hama, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

2.2. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah bapak pucung, wereng lilin, wereng pucuk, walang sangit, kepik penghisap polong, capung jarum, capung peluncur, dan cocopet.

2.3. Prosedur Percobaan
Adapun prosedur percobaan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.    Disiapkan alat dan bahan yang akan diamati.
2.    Diamati bahan yang telah disiapkan di cawan petri.
3.    Dideskripsikan bahan yang telah disiapkan.


III.        HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Pengamatan
Adapun tabel hasil pengamatan yang didapatkan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
No.
Nama
Foto
1







Bapak Pucung

Famili  : Phyrrhocoridae
Spesies :
Dysdercus Cingulatus
2







Wereng Lilin

Famili  : Flatidae
Spesies :
Lawana Candida
3







Wereng Pucuk

Famili  : Flatidae
Spesies :
Sanurus Flavovenosus



4




Walang Sangit

Famili  : Alydidae
Spesies :
Leptocorisa Acuta
5






Kepik Penghisap Polong

Famili  : Coreidae
Spesies :
Riptortus Linearis
6









Capung Jarum

Famili  : Aeshnidea
Spesies :
Ischnura sp.
7









Capung Peluncur

Famili  : Libellulidae
Spesies :
Libellula sp.
8





Cocopet

Famili  : Chelisochisidae
Spesies :
Chelisodies Morio
9






Predator Bapak Pucung

Famili : Pyrrochoridae
Spesies : Antilochus sp.

3.1              Pembahasan
3.1.1        Bapak Pucung - Dysdercus Cingulatus (Hemiptera : Phyrrhocoridae)
Bapak pucung yang mempunyai nama latin Dysdercus cingulatus merupakan hama, baik serangga muda maupun dewasa, yang menyerang tanaman. Badan bapak pucung berwarna merah dengan panjang 11 - 17 mm dan lebar 4,5 mm. Di belakang kepala dan perut ada garis putih dan hitam. Pada sayapnya yang barwarna cokelat terdapat sepasang bercak hitam. Nimfanya berwarna merah cerah dan hidup berkelompok. Telur bapak pucung biasanya diletakan dibawah tanaman inang atau di tempat yang terlindung pada lubang kecil. Lubang tersebut kemudian ditutup dengan butiran tanah atau serasah. Nimfa akan mengalami beberapa kali proses pergantian kulit atau ekdisis. Tiap tahapan diantara pergantian kulit itu disebut instar. Nimfa bapak pucung mengalami 5 kali instar. Warna nimfa yang telah dewasa penuh adalah merah dengan bercak hitam pada sayapnya (Amalia,2010).
Pengendalian yang dapat dilakukan pada hama ini adalah dengan menggunakan musuh alami seperti lalat parasit tachinid, predator dari Reduviidae, burung, dan ayam. Jika sudah menanggulanginya dengan menggunakan musuh alami tidak perlu lagi disemprot bahan kimia karena musuh alami dapat keracunan dan ikut mati (Amalia,2010).

3.1.2  Wereng lilin – Lawana Candida (Hemiptera : Flatidae)
Lawana Candida atau yang biasa disebut dengan wereng lilin memiliki tipe alat mulut stilet dan disebut kutu putih karena hampir seluruh tubuhnya dilapisi oleh lilin yang berwarna putih yang dikeluarkan oleh porus pada kutikula melalui proses sekresi. Lawana Candida memiliki tubuh yang serupa dengan wereng pucuk atau Sanurus Flavovenosus, hanya warna dan ukuran tubuhnya saja yang berdeda. Lilin yang terdapat pada tubuhnya merupakan ciri morfologi untuk mengidentifikasi spesies imago betina. Imago betina tidak aktif bergerak dan berkembang setelah melalui proses ganti kulit. Telur Lawana candida diletakkan berderet memanjang 2 sampai 6 baris dan tidak tertutup lapisan lilin. Nimfa berwarna krem dan tertutup tepung lilin berwarna putih, jika dipegang akan terasa lengket. Nimfa dan imago tidak aktif bergerak, hanya meloncat atau terbang dekat bila terganggu. Kepadatan populasi pada satu karangan bunga mencapai 80 ekor atau lebih. Periode nimfa berlangsung selama 42 sampai 49 hari (Amir,2003).
Serangan Lawana candida tampak pada tunas-tunas muda bibit dan tangkai bunga, menyisakan bercak-bercak nekrose pada tunas daun dan bakal buah yang rontok karena kering kehabisan cairan.  Nimfa dari Lawana candida adalah si kecil rakus yang kelaparan akan cairan tanaman, dalam  beberapa hari serangan, tunas daun muda akan rontok menyisakan pucuk-pucuk tunas tanpa daun yang terhambat perkembangannya.  Gejala kerusakannya dapat dilihat jika membuka ranting – ada bekas-bekas berwarna coklat dalam ranting hijau (Amir,2003).
Pengendalian Lawana candida dapat menggunakan cara manual menggunakan sikat gigi dan air sabun untuk membersihkan tunas tanaman yang terserang sebelum memutuskan untuk menggunakan pestisida sistemik maupun pestisida kontak.  Jika memang diperlukan pengaplikasian pestisida kontak seperti decis, curacon, dan sidacron cairan perekat perlu ditambahkan pada cairan pestisida kontak untuk memastikan cairan dapat menembus lapisan lilin tebal pada tubuh nimfa (Winarno,2002).

3.1.3   Wereng Pucuk - Sanurus flavenosus (Hemiptera : Flatidae)
wereng pucuk termasuk salah satu serangga ordo homiptera, famili Flatidae. Serangga hama ini mengalami metamorphosis tidak sempurna, yaitu telur, nimfa, dan imago. Telur berwarna putih diletakkan secara berkelompok pada permukaan daun atau tangkai daun. Pada fase nimfa, nimfa dilapisi lilin berwarna putih. Imago berwarna putih pada Sanurus flavenosus nimfa dan imago berwarna hijau. Struktur tubuh wereng pucuk oada kepala terdapat sepasang mata majemuk berwarna coklat gelap. Panjang dari ujung kepala sampai ujung sayap berkisar 8 – 10 mm dan lebar sayap 3 – 4 mm. Saat hinggap, sayap menutup tubuh dengan posisi tegak ke bawah (Eggleton,1995).

Nimfa dan imago Sanurus flavenosus menyerang tanaman dengan cara menusuk dan menghisap cairan tanaman. Pada pucuk dan tangkai bunga, bekas serangan berupa titik-titik hitam agak menonjol seperti bisul,yang bila dibelah akan terlihat tusukan tersebut mencapai floem dan xilem. Akibatnya, aliran zat hara menuju bunga akan terganggu. Pada padat populasi tinggi, serangan Sanurus flavenosus pada tangkai bunga dan bunga mengakibatkan bagian tersebut mengering sehingga bunga gagal menjadi buah. Populasi Sanurus flavenosus dengan kepadatan yang tinggi juga menghalangi serangga penyerbuk.Selain itu, permukaan daun banyak ditumbuhi cendawan jelaga, karena adanya embun madu yang dihasilkan hama tersebut (Elzinga,2004).

Pengendalian secara Fisik (Mekanis)
Bila serangga pradewasa atau dewasa belum ditemukan, upaya pengendalian dilakukan dengan mengamati keberadaan telurnya. Telur S. indecora dapat ditemukan pada permukaan daun bagian atas dan bawah serta pucuk. Telur diletakkan secara berkelompok serta ditutupi lapisan lilin berwarna putih kekuningan. Telur yang baru diletakkan berwarna putih, kemudian berubah menjadi kuning kecoklatan saat akan menetas. Telur dikumpulkan lalu dimusnahkan. Pengumpulan telur akan efektif  bila jumlahnya masih sedikit. Pemantauan keberadaan telur dilakukan sebelum tanaman berbunga dengan interval satu minggu sekali, karena telur menetas dalam waktu 67 hari. Namun demikian, pengendalian secara fisik/mekanis kurang efektif karena memakan waktu yg lama (Elzinga,2004).

3.1.4        Walang Sangit - Leptocorisa Acuta (Hemiptera : Alydidae)
Walang sangit secara umum morfologinya tersusun atas caput tungkai depan, sayap depan, sayap belakang tungkai belakang, abdomen, toraks, dan antena. serangga dari ordo ini memiliki sayap depan yang bagian pangkalnya keras seperti kulit, namun bagian belakangnya tipis seperti membran. Sayap depan ini pada sebagian anggota Hemiptera bisa dilipat di atas tubuhnya dan menutupi sayap belakangnya yang seluruhnya tipis dan transparan, sementara pada anggota Hemiptera lain sayapnya tidak dilipat sekalipun sedang tidak terbang. Ciri khas utama serangga anggota Hemiptera adalah struktur mulutnya yang berbentuk seperti jarum. Mereka menggunakan struktur mulut ini untuk menusuk ringanja dari makannya dan kemudian menghisap cairan di dalamnya. Daur Hidup dari ordo hemiptera (Leptocorisa acuta) ini melewati masa perkembangan dengan tipe paurometabola yaitu melewati tahap telur, nimfa, dan kemudian imago. Imago ini yang kemudian kembali melakukan perkawinan dan bertelur serta meletakan telurnya di tanaman demikian siklus ini berjalan terus menerus (Gullan,1999).

Pengendalian hama walang sangit dapat dilakukan sebagai berikut: Menanam tanaman secara serentak, Membersihkan sawah dari segala macam rumput yang tumbuh di sekitar sawah agar tidak menjadi tempat berkembang biak bagi walang sangit, menangkap walang sangit pada pagi hari dengan menggunakan jala penangkap, penangkapan menggunakan unmpan bangkai kodok, ketam sawah, atau dengan alga, melakukan pengendalian hayati dengan cara melepaskan predator alami beruba laba – laba dan menanam jamur yang dapat menginfeksi walang sangit (Kambhampati,2000).

3.1.5   Kepik Penghisap Polong – Riptortus Linearis
(Hemiptera : Coreidae)
Kepik penghisap polong mempunyai ciri khas terdapat pada stadia imago, yaitu adanya garis putih kekuningan pada sepanjang sisi badannya. Imago Riptortus linearis bertubuh memanjang dan berwarna kuning coklat. Jumlah imago yang hidup sebanyak 50 ekor. Imago memiliki sayap sehingga bisa terbang. Perbedaan antara imago jantan dan betina dapat terlihat pada bagian abdomen. Pada abdomen betina terdapat garis segitiga berwarna putih, sedangkan pada jantan hanya ada garis memanjang berwarna putih. Jika sudah berisi telur, serangga betina memiliki abdomen yang membesar dan menggembung pada bagian tengah, sedangkan abdomen jantan lurus ke belakang. Kepik penghisap polong (Riptortus linearis) memiliki tipe metamorfosis paurometabola yaitu terdiri dari telur, nimfa, dan imago. Telur Riptortus linearis berbentuk bulat dan berwarna coklat. Nimfa maupun imago mampu menyebabkan kerusakan pada polong kedelai dengan cara mengisap cairan biji di dalam polong dengan menusukkan stiletnya. Tingkat kerusakan akibat Riptortus linearis bervariasi, bergantung pada tahap perkembangan polong dan biji. Tingkat kerusakan biji dipengaruhi pula oleh letak dan jumlah tusukan pada biji (Pracaya,2008).

Hama ini menyerang polong dan menghisap isinya. apabila polong yang diserang telah berisi akan tampak bintik-bintik hitam, dan jika polong tersebut terbuka akan tampak biji kehitam-hitaman, kosong, dan gepeng. pemberantasan kepik polong sama dengan penggerek polong. Oleh karena itu, pemberantasan hama penggerek polong berarti juga pemberantasan kepik. Pada polong muda menyebabkan biji kempis dan kadang-kadang polong gugur. Serangan yang terjadi pada fase pertumbuhan polong menyebabkan biji dan polong kempis, kemudian mengering. Serangan yang terjadi pada fase pengisian biji menyebabkan biji busuk dan menghitam. Serangan polong tua menyebabkan adanya bintik hitam pada biji.  Imago mulai datang di pertanaman sejak pembentukan bunga, Akibat serangannya menyebahkan biji dan polong kempis, kemudian polong gugur, biji menjadi busuk, berwarna hitam; kulit biji keriput, dan adanya bercak coklat pada kulit biji. Periode kritis tanaman terhadap serangan pengisap polong adalah stadia pengisian biji (Prayugo,2005).

Pengendaliannya , prinsip pengendalian hama secara terpadu atau PHT merupakan suatu cara pengendalian hama yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan ekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan masih menjadi alternative utama dalam pengendalian hama kepik penghisap polong. Penggunaan pestisida merupakan alternative terakhir yang apabila serangan hama kepik hijau telah melampaui batas ambang kendali yaitu bila telah ditemukan kerusakan polong lebih dari 2% atau terdapat sepasang kepik dewasa per tanaman saat tanaman kedelai berumur lebih dari 45 hari setelah tanam (Prayugo,2005).

3.1.6   Capung Jarum - Ischnura ceruvula (Odonata : Aeshnidea)
Capung Jarum (Ischnura ceruvula) memiliki tubuh yang panjang dan ramping, memiliki sepasang sayap yang panjang yang sangat kasar.  Saat istirahat mengatupkan sayap di atas tubuh atau membentangkan sayap bersama-sama di atas tubuh. Capung terdiri dari tiga bagian yaitu kepala dengan mata besar, dada atau thorax dengan empat sayap panjang yang tidak bias dilipat dan dilengkapi tiga pasang kaki dan perut atau abdomen dengan 10 segmen (Pracaya,2008).

Metamorfose tidak sempurna (Hemimetabola), pada stadium larva dijumpai adanya alat tambahan berupa insang dan hidup di dalam air. Anggotanya dikenal sebagai predator pada beberapa jenis serangga kecil yang termasuk hama , seperti beberapa jenis trips, wereng, kutu loncat serta ngengat penggerek batang padi. Capung betina meletakkan telur di dalam air, dan telur menetas di sana. Nimfa capung menangkap dan memakan binatang air,seperti serangga kecil, bibit ikan kecil, jentik nyamuk. Jika sudah besar, nimfa melata ke luar air (biasanya pada buluh) dan melepaskan kulitnya menjadi dewasa yang bersayap (Pracaya,2008).

Dalam dunia pertanian imago capung jarum dikenal sebagai serangga predator yang aktif berburu mangsa dan bersifat polifaga. Capung jarum merupakan serangga musuh alami pada beberapa hama tanaman kepala. Capung adalah serangga predator yang rakus baik pada fase nimfa maupun imago, capung juga bersifat kanibalisme terhadap sesama capung. Dengan kaki-kakinya dan rahang yang kuat, serta kecepatan terbang yang tinggi capung dapat menangkap dan memangsa berbagai jenis serangga lain (Pracaya,2008).

3.1.7   Capung Peluncur – Libellula sp. (Odonata : Libellulidae)
Capung ada berbagai macam jenis, salah satu jenis capung yang besar adalah capung peluncur. Seperti serangga pada umumnya, tubuh capung terdiri dari tiga bagian: kepala dengan mata besar, dada/thorax dengan empat sayap panjang yang tidak bisa dilipat dilengkapi tiga pasang kaki, dan perut/abdomen dengan 10 segmen. Libellula sp memiliki sayap belakang besar pada belakang (dasar) terentang pada waktu istirahat. Bersayap membran dua pasang yang mengandung vena melintang yang kompleks, predacius, kaki digunakan untuk menangkap insecta lainnya hanya pada waktu terbang, tidak untuk berjalan. Siklus hidup capung, dari telur hingga mati setelah dewasa, bervariasi antara enam bulan hingga lima tahun. Proses kawin capung dewasa bisa berlangsung berjam-jam dan dapat dilakukan dalam keadaan terbang atau kawin di udara, larvanya hidup dalam air karena terdapat insang pada rectum. Metamorfosisnya bertingkat (sempurna).Capung hidup dekat dengan air karena siklus hidupnya yang membuat mereka tidak bisa hidup jauh dari air (Sudarsono,2003).

Capung peluncur merupakan serangga predator yang aktif berburu mangsa dan bersifat polifaga. Capung peluncur merupakan serangga musuh alami pada beberapa hama tanaman kepala. Capung peluncur adalah serangga predator yang rakus baik pada fase nimfa maupun imago, capung juga bersifat kanibalisme terhadap sesama capung. Dengan kaki-kakinya dan rahang yang kuat, serta kecepatan terbang yang tinggi capung dapat menangkap dan memangsa berbagai jenis serangga lain (Widiyaningrum,2009).

3.1.8   Cocopet - Chelisodies Morio (Dermaptera : Chelisochisidae)
Serangga ini bertubuh langsing, memiliki alat pencepit yang mencolok pada ujung abdomen yang berfungsi untuk memangsa, melawan predator, dan memegang pasanganyya ketika kopulasi. Tipe mulut mandibulata dan mengalami metamorfosis sempurna. Panjang tubuhna 1,25-2 cm, termasuk cerci, termasuk dalam ordo Dermaptera. Jika ada yang mengusik serangga ini dengan jari, maka ekornya dapat membengkok di atas punggung dan menegakkan cercinya dengan sikap mengancam. Dalam sikap seperti ini, serangga ini lebih mirip kalajengking, hanya saja tidak berbisa, sedang cercinya tidak cukup kuat untuk membuat cedera. Biarpun begitu, penampilannya seringkali menakutkan. Serangga ini kadang-kadang menyelinap dalam telinga. Hal ini bukan akibat pilihan sengaja serangga tersebut untuk mencari telinga, seperti yang dibayangkan sementara orang, tetapi pencerminan kebiasaanya untuk istirahat dalam setiap relung yang dianggap cocok. Bagi cocopet, telinga adalah suatu relung juga. Sayap belakangnya tembus cahaya(membran) berbentuk setengah lingkaran dengan ciri berupa urat-urat dan lipatan, timbul ketika istirahat, sayap dilipat dibawah sayap depan yang pendek dan terlihat seperti kulit mentah, dan ini yang menyebabkan adanya tekukan baik melintang maupun lipatan membujur (Borror,1996).

3.1.9   Bapak Pucung Predator – Antilochus sp. (Hemiptera : Phyrrhocorodae)
Bapak pucung Predator (Antilochus sp.) merupakan salah satu serangga kecil, tetapi serangga kecil ini ternyata juga merupakan predator yang sangat ganas. Mereka mampu memangsa binatang lainnya yang ukuran tubuhnya sama atau lebih besar dari tubuhnya. Contohnya ada salah seekor bapak pucung sedang memangsa seekor kepik. Badan bapak pucung berwarna merah dengan panjang 11 - 17 mm dan lebar 4,5 mm. Di belakang kepala dan perut ada garis putih dan hitam. Pada sayapnya yang barwarna cokelat terdapat sepasang bercak hitam. Nimfanya berwarna merah cerah dan hidup berkelompok (Pracaya,2008).
Telur bapak pucung biasanya diletakan dibawah tanaman inang atau di tempat yang terlindung pada lubang kecil. Lubang tersebut kemudian ditutup dengan butiran tanah atau serasah. Jumlah telur sekitar 100 yang dibagi dalam 8 kelompok. Untuk perkembangannya, telur perlu kelembaban yang tinggi. Jika keadaan kering, telur akan mati. Telur menetas dalam 5 hari pada suhu 27 derajat Celcius, atau 8 hari pada suhu 23 derajat Celcius. Nimfa akan mengalami beberapa kali proses pergantian kulit. Tiap tahapan diantara pergantian kulit itu disebut instar. Nimfa bapak pucung mengalami 5 kali instar. Warna nimfa yang telah dewasa penuh adalah merah dengan bercak hitam pada sayapnya. Panjang nimfa 10-15 mm. Lamanya periode nimfa adalah 21 hari pada suhu 27 derajat celcius, atau 35 hari pada suhu 23 derajat celcius. Masa perkawinan bapak pucung 2-6 hari dan mulai bertelur 3-8 hari kemudian (Pracaya,2008).


IV.             KESIMPULAN
                                                     
Adapun kesimpulan yang didapat dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.     1.  Ordo hemiptera berarti sayap serangga dalam ordo ini setengah tebal dan setengahnya lagi tipis, sedangkan pada ordo thysanoptera memiliki sayap yang tepinya berumbai-rumbai, dan pada ordo isoptera memiliki 2 sayap yg sama besarnya.
2.     2.  Serangga yang termasuk ordo hemiptera adalah bapak pucung (Dysdescus cingulatus), Wereng lilin ( Lawana candida), Wereng pucuk (Sanurus flavovenosus), Walang sangit (Leptocorisa acuta), Kepik penghisap polong (Riptortus linearis), Bapak pucung predator (Antilochus sp.).
3.    Serangga yang termasuk ordo odonata adalah Capung jarum (Ischnura sp.), capung peluncur (Libellula sp.).
4.      Serangga yang termasuk ordo Dermaptera adalah Cocopet (Chelisodies morio).
5.      Mulut yang dimiliki serangga pada ordo hemiptera, thysanoptera, dan isoptera rata-rata  memiliki mulut tipe mandibulata yang artinya menggigit dan mengunyah.
6.      Kebanyakan besar serangga-serangga ini mengalami metamorfosis tidak sempurna atau biasa disebut dengan hemimetabola.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, H dan Idham Sakti Harahap. 2010. Preferensi Kecoa Amerika Periplaneta Americana (L.) (Blattaria : Blattidae) terhadap berbagai kombinasi umpan. Jurnal Ilmiah Sainteks. Vol.7, No.2, 67-77. Ilmiah Sainteks. Vol.14, No.3, 173-177.
Amir, M. 2003.Rayap dan Peranannya.Dalam: M. Amir, Kahono. S. Serangga Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Bagian Barat.Biodiversity Conservation Project.LIPI.51-62.

Borror, D. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Yogyakarta, UGM Press.

Eggleton P, Bignell DE. 1995. Monitoring the response of tropical insects to changes in the environment: troubles with termites. Di dalam: Harrington R, Stroks NE. Insects in a Changing Environment. London: Academic Pr. hal: 473-497.

Elzinga, R.J. 2004.Fundamental of Entomology.Ed. Ke-6. New Jersey: Pearson Educ.

Gullan, P.J; Cranston PS. 1999. The Insect An Outline of Entomology. Edisi Ke-2.
Oxford: Blackwell Sci.

Kambhampati S, Egglenton P. 2000. Taxonomy and phylogeny of termites. Di dalam: Abe T, Bignell DE, Higashi M. Termites Evolution, Sociality, Symbioses, Ecology. Dordecht: Kluwer Academic. hal: 1- 23.

Mastrigt HV, Rosariyanto E. 2005. Buku Panduan Lapangan ; Kupu-kupu Untuk Wilayah
Memberamo Sampai Pegunungan Cyclops. Jakarta: Conservation  
International-Indonesia Program. 146 hlm.

Pracaya.2008.Hama dan penyakit Tanaman. Jakarta : Penebar Swadaya.
Prayogo, Yusmani dan Suharsono. 2005. Optimalisasi Pengendalian Hama Pengisap Polong Kedelai (Riptortus linearis) dengan Cendawan Entomopatogen Verticillium lecanii. Jurnal Litbang Pertanian 24 (4), 2005. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang.

Sudarsono, H. 2003. Hama belalang kembara (locusta migratoria manilensis meyen): Fakta dan Analisis Awal Ledakan populasi di Provinsi Lampung. Jurnal Hama dan penyakit Tumbuhan Tropika. Vol.3, No.2: 51-56.
Widiyaningrum, P. 2009. Pertumbuhan Tiga Spesies Jangkrik Lokal yang Dibudidayakan pada Padat Penebaran dan Jenis Pakan Berbeda. Jurnal Ilmiah Sainteks. Vol.14, No.3, 173-177.
Wiratno dan Siswanto. 2002. Serangan Lawana sp. (Homoptera: Flatidae) pada tanaman jambu mete (Anacardium occidentale).Prosiding Seminar Nasional III. Pengelolaan Serangga yang Bijaksana Menuju Optimasi Produksi, Bogor 6 November 2001. Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Bogor. hlm. 165170.



Komentar

Postingan Populer