PENGARUH FUNGISIDA NABATI TERHADAP PERTUMBUHAN Colletotrichum capsi
PENGARUH FUNGISIDA NABATI
TERHADAP PERTUMBUHAN Colletotrichum
capsisi
(Laporan Praktikum Bioekologi Penyakit Tanaman)
(Laporan Praktikum Bioekologi Penyakit Tanaman)
Oleh
Karina Zulkarnain
1314121095
Kelompok 8
Karina Zulkarnain
1314121095
Kelompok 8
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida. Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pada tahun 40-an sebagian petani di Indonesia sudah menggunakan bahan nabati sebagai pestisida (Nurmansyah. 1997a).
Pestisida nabati adalah
pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan
seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai
bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang
merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau
bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida (Nurmansyah. 1997b).
Pestisida nabati dapat dibuat dengan menggunakan teknologi
yang sederhana yang dikerjakan oleh kelompok tani atau petani perorangan. Pestisida
nabati yang dibuat secara sederhana hasilnya dapat berupa larutan hasil
perasan, rendaman, trak dan rebusan dari bagian tanaman berupa akar, umbi,
batang, daun, buah dan biji. Apabila dibandingkan dengan pestisida kimia,
penggunaan pestisida nabati relative aman dan murah. Beberapa tanaman yang
dapat digunakan
sebagai
pestisida nabati, yang dapat dibuat melalui teknologi yang
sederhana adalah Mimba, biji srikaya, sirih dan lain-lain (Aradilla, 2009).
1.2
Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari dilakukannya
praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui pengertian dari pestisida nabati
2.
Mengetahui kandungan dalam suatu tanaman yang bisa menekan pertumbuhan
suatu jamur.
3.
Mengetahui fungsi dari fungisida nabati.
4.
Mengetahui macam – macam dari fungisida nabati.
II.
METODOLOGI
PERCOBAAN
2.2
Alat
dan Bahan
Adapun alat yang
digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri, jarum oose, borh, dan bunsen.
Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah gulma siam, daun
mimba, dan media PDA.
2.3
Prosedur
Kerja
Adapun prosedur
kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah
1.
Diambil daun nimba.
2.
Ditumbuk halus dan
diberi air.
3.
Diambil ekstraknya.
4.
Media PDA dicampur
dengan 10 ml ekstrak tadi.
5.
Diborh dan letakkan
pada cawan petri yang mengandung jamur
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Tabel Hasil praktikum
NO
|
GAMBAR
|
DIAMETER
|
PERLAKUAN / HARI KE-
|
1
|
|
2,3 cm
|
Gulma siam yang
di autoklaf pada hari kedua (5 Desember 2014)
|
2
|
|
1 cm
|
Kontrol yang
di autoklaf pada hari kedua (5 Desember 2014)
|
3
|
|
3,5 cm
|
Daun mimba
yang di autoklaf pada hari kedua
(5 Desember
2014)
|
4
|
|
2,5 cm
|
Gulma siam yang di autoklaf pada hari kelima (8
Desember 2014)
|
|
5
|
|
1,5 cm
|
Kontrol yang
di autoklaf pada hari kelima (8 Desember 2014)
|
6
|
|
3,5 cm
|
Daun mimba
yang di autoklaf pada hari kelima
(8 Desember 2014)
|
7
|
|
4 cm
|
Gulma siam
yang di autoklaf pada hari ke-enam (9 Desember 2014)
|
8
|
|
2 cm
|
Kontrol yang
di autoklaf pada hari ke-enam (9 Desember 2014)
|
9
|
|
4 cm
|
Daun mimba
yang di autoklaf pada hari ke-enam (9 Desember 2014)
|
3.2
Pembahasan
Pestisida nabati adalah
pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan
seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai
bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang
merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian
tumbuhan atau
bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida (Rohman, 2007).
Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal yang
baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu
sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di seluruh
belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk
mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pada tahun 40-an sebagian petani di
Indonesia sudah menggunakan bahan nabati sebagai pestisida, diantaranya
menggunakan daun sirsak untuk mengendalikan hama belalang dan penggerek batang
padi. Sedangkan petani di India, menggunakan biji mimba sebagai insektisida
untuk mengendalikan hama serangga. Namun setelah ditemukannya pestisida
sintetik pada awal abad ke-20, pestisida dari bahan tumbuhan atau bahan alami
lainnya tidak digunakan lagi (Rusdy, 2009).
Pestisida nabati dapat dibuat dengan menggunakan
teknologi yang sederhana yang dikerjakan oleh kelompok tani atau petani
perorangan. Pestisida nabati yang dibuat secara sederhana hasilnya dapat berupa
larutan hasil perasan, rendaman, ekstrak dan rebusan dari bagian tanaman berupa
akar, umbi, batang, daun, buah dan biji. Apabila dibandingkan dengan pestisida
kimia, penggunaan pestisida nabati relative aman dan murah. Beberapa tanaman
yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati, yang dapat dibuat melalui
teknologi yang sederhana adalah Mimba, biji srikaya, sirih dan lain-lain (Safaruddin, 2010).
Sampai saat ini telah terinventarisasi sebanyak 2.400
jenis tumbuhan yang terdiri dari 235 famili berpotensi sebagai bahan pestisida
nabati. Famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial insektisida
nabati adalah Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae, Rutaceae. Namun
hal ini tidak menutup kemungkinan untuk ditemukannya famili tumbuhan yang baru
untuk dijadikan sebagai insektisida nabati (Subiyakto, 2009).
Selain memiliki senyawa aktif utama dalam ekstrak
tumbuhan, terdapat juga senyawa lain yang kurang aktif, namun keberadaannya
dapat meningkatkan aktivitas ekstrak secara keseluruhan (sinergi) sehingga
sangat efektif dan cepat membunuh hama. Selain itu, serangga tidak mudah
menjadi resisten terhadap ekstrak tumbuhan dengan beberapa bahan aktif. Hal ini
disebabkan karena kemampuan serangga untuk membentuk sistem pertahanan terhadap
beberapa senyawa yang berbeda sekaligus lebih kecil daripada terhadap senyawa
insektisida tunggal. Selain itu cara kerja senyawa dari bahan nabati berbeda
dengan bahan sintetik sehingga kecil kemungkinannya terjadi resistensi silang (Sunarto, 2009).
Pestisida nabati mempunyai beberapa keunggulan dan
kelemahan. Keunggulan pestisida nabati adalah :
- murah
dan mudah dibuat sendiri oleh petani
- relatif aman terhadap lingkungan
- tidak
menyebabkan keracunan pada tanaman
- sulit
menimbulkan kekebalan terhadap hama
- kompatibel
digabung dengan cara pengendalian yang lain
- menghasilkan
produk pertanian yang sehat karena bebas residu pestisida kimia.
Sementara,
kelemahan pestisida nabati adalah :
- daya
kerjanya relatif lambat
- tidak
membunuh jasad sasaran secara langsung
- tidak
tahan terhadap sinar matahari
- kurang
praktis
- tidak
tahan disimpan
- kadang-kadang
harus disemprotkan berulang-ulang (Rohman,
2007).
Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati
adalah mimba. Tanaman mimba memiliki potensi sebagai pestisida nabati yang
baik untuk tanaman pangan. Semua bagian dari pohon mimba memiliki
aktivitas pestisida. Biji dan daun
mimba mengandung empat senyawa
kimia alami yang
aktif sebagai pestisida, yaitu azadirachtin, salanin, meliatriol, dan nimbin. Senyawa Azadirachtin dapat
menghambat pertumbuhan serangga hama, mengurangi nafsu makan, mengurangi
produksi dan penetasan telur, meningkatkan mortalitas, mengaktifkan
infertilitas dan menolak hama di sekitar pohon mimba. Bagian
nimba yang mengandung senyawa aktif bersifat sebagai pestisida, terutama pada
biji dan daun. Kandungan biji lebih banyak dibandingkan daun, ada 20 senyawa
aktif yang terkandung di dalamnya, seperti azadirachtin, meliantriol, salamin,
nimbin, dan nimbidin (Aradilla, 2009).
Adapun cara kerja bahan aktif pada nimba ialah sebagai berikut:
a) Azadirachtin berperan sebagai ecdyson blocker atau zat yang dapat menghambat kerja hormon ecdyson, yaitu hormon yang berfungsi dalam proses metamorfosa serangga.
b) Salanin berperan sebagai penurun nafsu makan (antifeedant) yang mengakibatkan daya rusak serangga sangat menurun, walaupun serangganya sendiri belum mati.
c) Meliantriol yang berperan sebagai penolak (repellent) sehingga serangga hama tidak mau mendekati zat tersebut.
d) Nimbin dan Nimbidin yang berperan sebagai antrimikroorganisme seperti anti virus, bakteri dan fungi sehingga bermanfaat untuk pengendalian penyakit tanaman (Rohman, 2007).
Adapun cara kerja bahan aktif pada nimba ialah sebagai berikut:
a) Azadirachtin berperan sebagai ecdyson blocker atau zat yang dapat menghambat kerja hormon ecdyson, yaitu hormon yang berfungsi dalam proses metamorfosa serangga.
b) Salanin berperan sebagai penurun nafsu makan (antifeedant) yang mengakibatkan daya rusak serangga sangat menurun, walaupun serangganya sendiri belum mati.
c) Meliantriol yang berperan sebagai penolak (repellent) sehingga serangga hama tidak mau mendekati zat tersebut.
d) Nimbin dan Nimbidin yang berperan sebagai antrimikroorganisme seperti anti virus, bakteri dan fungi sehingga bermanfaat untuk pengendalian penyakit tanaman (Rohman, 2007).
Menurut Rusdy (2009).apikasi
200 g daun nimba dalam satu liter air dapat menekan serangan jamur Alternaria
porri pada tanaman sayuran. Ekstrak
daun segar dan kering nimba mampu menghambat pertumbuhan koloni jamur
Alternaria porri, hal ini disebabkan karena minyak margosa yang terkandung
dalam daun nimba mengandung belerang yang mampu menghambat pertumbuhan jamur.
Dari praktikum yang telah dilakukan dengan menggunakan
2 cara yang berbeda yaitu dengan menggunakan proses autoklaf dan proses tanpa
autoklaf didapatkan hasil berupa nilai diameter pada masing-masing cara. Pada
daun mimba kelompok 3 yang tanpa melalui proses autoklaf menunjukkan hasil
berupa panjang diameter yang diukur pada hari jum’at (5/12), senin (8/12), dan
selasa (9/12) berturut-turut adalah 1,5 cm, 2,8 cm, dan 3,5 cm. Pada gulma siam
kelompok 3 yang tanpa melalui proses autoklaf menunjukkan hasil berupa panjang
diameter yang diukur pada hari jum’at (5/12), senin (8/12), dan selasa (9/12)
berturut-turut adalah 2 cm, 3 cm, dan 3 cm. Sedangkan pada daun mimba kelompok
8 yang melalui proses autoklaf menunjukkan hasil berupa panjang diameter yang
diukur pada hari jum’at (5/12), senin (8/12), dan selasa (9/12) berturut-turut
adalah 3,5 cm, 3,5 cm, dan 4 cm. Pada gulma siam kelompok 8 yang melalui proses
autoklaf menunjukkan hasil berupa panjang diameter yang diukur pada hari jum’at
(5/12), senin (8/12), dan selasa (9/12) berturut-turut adalah 2,3 cm, 2,5 cm,
dam 4 cm. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa percobaan dangan menggunakan
proses autoklaf lebih baik dibandingkan
dengan tanpa menggunakan proses autoklaf. Ini dikarenakan dengan menggunakan
proses autoklaf daun mimba dan gulma siam dapat tumbuh lebih besar sehingga
cepat untuk menekan pertumbuhan jamur.
IV.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapat dari praktikum ini adalah
:
1.
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya
berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah.
2.
Ekstrak daun dan biji
mimba mengandung senyawa aktif utama azadiraktin yang dapat menekan pertumbuhan jamur.
3. Fungisida
nabati berfungsi untuk membunuh patogen yang menyerang tanaman.
4. Beberapa
contoh fungisida nabati adalah ekstrak makleaya, milsana, sinamaldehida (Cynnamaldedyhe).
DAFTAR PUSTAKA
Aradilla, A.S. 2009. Uji Efektifitas Larvasida
Ekstrak Ethanol Daun Mimba (Azadirachta
indica) Terhadap Larva Aedes aegepty.
Laporan Akhir Penelitian Universitas Diponegoro.
Nurmansyah. 1997a. Kajian awal potensi gulma
sirih-sirih (Piper aduncum L.) sebagai
fungisida nabati. Jurnal Stigma An Agricultural Science
Journal.
Nurmansyah. 1997b. Pengaruh tepung dan minyak
daun gulma sirih-sirih. (Piper aduncum L.) terhadap pathogen Sclerotium
rofsii dan Fusarium sp. Prosiding
Kongres Nasional XIV dan seminar ilmiah PFI.
Palembang 27-29 Oktober 1997.
Rohman, T. S. 2007. Pengaruh Daun Tembakau (Nicotiana tabacum), Biji Mimba (Azadirachta indica), dan Daun Paitan (Tithonia diversifolia) Terhadap Kutu
Daun Toxoptera citricidus Pada
Tanaman Jeruk (Citrus sp). Skripsi. Malang: Jurusan Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Malang.
Rukmana, H.R & Oesman, Y.Y. 2002. Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami.
Yogyakarta: Kanisius.
Rusdy, Alfian. 2009. Efektivitas Ekstrak Daun
Mimba Dalam Pengendalian Ulat Grayak (Spodoptera
litura F.) Pada Tanaman Selada. J.
Floratek 4:41-54
Safaruddin, U.N. dan Gafar,A. 2010. Pengaruh Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica Juss) Terhadap Serangan Aphis gossypii Pada
Tanaman Kedelai (Glicyne max L.).
Artikel disajikan pada Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX
Komisariat Daerah Sulawesi Selatan , 27
Mei 2010.
Subiyakto. 2009. Ekstrak Biji Mimba Sebagai
Pestisida Nabati: Potensi, Kendala, dan Strategi Pengembangannya.Jurnal Perspektif, Vol. 8 No. 2/Desember
2009. Hlm 108-116 ISSN 1412-8004.
Sunarto, D.A & Nurindah. 2009. Peran
Insektisida Botani Ekstrak Biji Mimba untuk Konservasi Musuh Alami dalam
Pengelolaan Serangga Hama Kapas. J.
Entomol. Indon., April 2009, Vol. 6, No. 1, 42-52
Komentar
Posting Komentar